UpdateiNews | Pekanbaru, (24)06/25) – Saat kalender pengajaran baru mengetuk pintu, satu ironi bangsa ini kembali terulang: Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), momen yang seharusnya jadi perayaan hak anak-anak atas pendidikan, justru kembali berubah menjadi perjuangan yang melelahkan beberapa menjatuhkan martabat.
Dari antrean subuh, sistem zonasi yang diskriminatif, hingga dugaan manipulasi data jalur afirmasi apa kabar sila kelima Pancasila?
Menurut Dr. Fahmi Rizal, pakar kebijakan pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta:
“PPDB sekarang ini seperti prosedur admin yang menutup mata dari kenyataan sosial. Negara terlalu sibuk membuat sistem, tapi lupa bahwa sistem harus adil. Pendidikan itu hak, bukan kontes algoritma.”
Kritik tajam ini mencerminkan keresahan masyarakat. Banyak orang tua kini merasa kalah bahkan sebelum anaknya mendaftar. Jalur zonasi yang katanya demi pemerataan, justru jadi jebakan bagi mereka yang tinggal di luar “lingkar emas pendidikan.”
Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyebut bahwa:
“Zonasi hanya bisa adil jika semua sekolah bagus. Tapi kalau hanya sekolah tertentu yang unggul, zonasi malah melanggengkan ketimpangan.”
Dan benar saja. Di banyak daerah, orang tua justru mengontrak rumah palsu, menyewa alamat, bahkan terlibat praktik manipulasi demi sekedar ‘masuk peta’.
Di Pekanbaru misalnya, sejumlah orang mengeluhkan sulitnya mengakses sekolah negeri meski hanya berjarak beberapa ratus meter karena sistem zonasi justru memotong daerah mereka dari peta penerimaan.
Di balik jargon “pendidikan dasar gratis”, kenyataannya berkata lain. Uang bangku, seragam, iuran komite, hingga pungutan tak resmi masih menghantui para orang tua.
Dr. Widodo, peneliti Lembaga Pendidikan dan Demokrasi, menegaskan:
“Kita harus jujur mengakui, pendidikan hari ini telah disusupi semangat pasar. Jalur afirmasi untuk si miskin bahkan bisa dimanipulasi oleh mereka yang berduit.”
Siti Nurhalimah, seorang buruh harian lepas di Riau, harus rela anaknya tidak diterima di SMP Negeri meski berprestasi akademik.
“Saya tidak mengerti sistemnya. Katanya zonasi, tapi anak tetangga saya yang jaraknya lebih jauh malah lolos.”
Cerita seperti ini bukan satu-dua. PPDB tahun demi tahun menciptakan luka sosial baru, seolah-olah pendidikan hanyalah hak mereka yang pandai sistem bermain.
Sudah saatnya kita menarik kembali ruh pendidikan nasional ke akar ideologinya: Pancasila.
Dr.Fahmi Rizal kembali menegaskan:
“Pendidikan dalam kerangka Pancasila harus menjamin keberpihakan kepada yang lemah. Jika negara gagal menjamin anak-anak miskin untuk sekolah, maka sistem itu bukan lagi sistem nasional, tetapi sistem komersial.”
🧨Bukan Sistem yang Salah, Tapi Negara yang Absen
> PPDB hanyalah gejala. Penyakit utamanya adalah ketimpangan struktural, abainya negara, dan birokrasi yang kaku.
Saat sekolah masih menjadi ruang kompetisi, bukan hak yang dijamin, maka kita sedang menciptakan bangsa yang tak seimbang sejak di bangku pendidikan.
Dan saat ini, ribuan anak Indonesia sedang menunggu: apakah mereka berhak duduk di kelas, atau harus belajar menerima nasib.
🔍 “Angka Ketimpangan dalam PPDB 2024 (Data Kemendikbud dan KPAI)”
Rilis: Redaksi
Editor: When
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(18/08/25) - Rapat Paripurna DPRD Kota Pekanbaru yang seharusnya menjadi forum terhormat dalam…
UPDATEINEWS | MERANTI,(17/08/25) - Bertempat di Lembaga Kelas II-B Selatpanjang Kec. Tebing Tinggi Kab. Kep.…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,((17/08/25) - Pekanbaru, UpdateiNews – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(17/08/25) - Pekanbaru, UpdateiNews – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau…
UPDATEINEWS | BANDUNG,(17/08/25) - Perjuangan panjang itu akhirnya berbuah manis. Johar Firdaus, tokoh yang dikenal…
UPDATEINEWS | BENGKALIS,(17/08/25) - Setelah tujuh tahun menghilang bak ditelan bumi, mantan Anggota DPRD Bengkalis…
This website uses cookies.