UPDATEINEWS|PEKANBARU,(14/09/25) –PT PLN (Persero) berdiri sebagai raksasa penyedia listrik nasional. Tak ada pesaing, tak ada kompetitor. Namun, laporan keuangan konsolidasian audited tahun 2024 justru menyingkap ironi besar: perusahaan monopoli ini menanggung liabilitas hingga ratusan triliun rupiah, sementara jajaran Direksi dan Komisaris menikmati kompensasi yang fantastis.
📊 Utang Raksasa di Balik Monopoli
Laporan audited PLN 2024 mencatat total liabilitas konsolidasian yang menembus lebih dari Rp700 triliun. Angka ini terdiri dari:
– Pinjaman bank dalam dan luar negeri (jangka pendek dan panjang),
– Obligasi dan sukuk global yang diterbitkan untuk membiayai proyek infrastruktur,
– Liabilitas sewa pembiayaan terkait investasi jaringan dan pembangkit,
– Serta liabilitas imbalan kerja bagi karyawan dan pensiunan.
Utang yang sangat besar ini menimbulkan risiko serius. PLN harus membayar cicilan bunga dan pokok setiap tahun, sebagian besar dalam denominasi dolar AS. Fluktuasi kurs membuat beban semakin berat.
💡 Subsidi Negara: Rakyat Bayar Dua Kali
Meski berstatus monopoli, PLN tidak mampu sepenuhnya menutup biaya operasional dari tarif listrik. Biaya pokok penyediaan listrik (BPP) kerap lebih tinggi dibanding tarif yang dikenakan ke pelanggan.
Akibatnya, pemerintah setiap tahun menyalurkan triliunan rupiah subsidi dan kompensasi.
Namun, subsidi ini bukan sekadar keringanan bagi rakyat. Pada akhirnya, uang tersebut berasal dari APBN yang dibiayai dari pajak masyarakat. Artinya, rakyat membayar listrik dua kali:
1. Melalui tagihan bulanan,
2. Melalui pajak yang digunakan untuk menyuntik subsidi PLN.
🔒 Skema “Take-or-Pay” Membelenggu
Masalah PLN tak berhenti pada utang dan subsidi. Skema kontrak dengan Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta menerapkan mekanisme take-or-pay.
Artinya, PLN tetap wajib membayar kapasitas listrik dari swasta meskipun listrik tersebut tidak diserap atau tidak dibutuhkan oleh sistem.
Kondisi ini membuat beban keuangan PLN semakin berat:
– Rakyat membayar listrik mahal,
– Negara memberi subsidi,
– Namun sebagian dana justru mengalir ke kontraktor swasta.
🏦 Direksi & Komisaris Hidup di Menara Gading
Kontras dengan kondisi keuangan perusahaan, laporan keuangan PLN 2024 mengungkapkan angka mencengangkan:
- Total kompensasi Direksi mencapai Rp377 miliar pada 2024.
- Total kompensasi Komisaris mencapai Rp191 miliar.
Kompensasi ini meliputi gaji pokok, tunjangan, fasilitas, hingga tantiem (bonus kinerja). Jika dirinci, setiap anggota Direksi bisa menerima ratusan juta rupiah per bulan ditambah bonus tahunan miliaran rupiah.
Pertanyaan besar pun mencuat: apakah pantas jajaran elite PLN menikmati remunerasi mewah di saat perusahaan dibebani utang triliunan rupiah dan terus mengandalkan subsidi negara?
⚠️ Risiko Sistemik bagi Negara
Beban utang PLN tidak bisa dianggap remeh. Sebagai perusahaan milik negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, kegagalan keuangan PLN akan langsung menjadi tanggungan APBN.
Dengan kata lain, rakyatlah yang menjadi penyangga terakhir jika PLN tidak mampu membayar kewajibannya.
Para ekonom mengingatkan, jika tidak ada pembenahan serius:
- Negara berpotensi menanggung bailout besar,
- APBN akan terbebani lebih parah,
- Dan generasi mendatang bisa ikut menanggung jejak utang PLN.
🔎 Tuntutan Transparansi dan Reformasi
Kondisi PLN ini menimbulkan gelombang kritik dari masyarakat sipil, akademisi, hingga pengamat energi. Ada tiga tuntutan utama yang mendesak disuarakan publik:
1. Audit independen dan transparansi penuh atas kontrak take-or-pay dengan swasta.
2. Evaluasi remunerasi Direksi dan Komisaris, agar sejalan dengan kinerja dan kondisi keuangan nyata.
3. Reformasi manajemen dan efisiensi internal, agar monopoli listrik tidak menjadi beban negara, melainkan penyokong pembangunan.
“Monopoli seharusnya memberi keuntungan stabil, bukan justru menumpuk utang dan meminta subsidi,” ujar seorang pengamat energi. “Jika kondisi ini terus dibiarkan, PLN bukan lagi milik rakyat, melainkan milik segelintir elite yang menikmati kemewahan di atas penderitaan publik.”
🧾 Catatan Redaksi
Data investigasi ini bersumber dari Laporan Keuangan Konsolidasian PLN 2024 (audited) yang dipublikasikan resmi oleh PLN melalui situs web perusahaan.
🔥 Fakta-fakta ini membuka mata publik: PLN bukan sekadar perusahaan listrik, tetapi juga cermin bagaimana pengelolaan BUMN bisa berubah menjadi beban negara bila tak diawasi ketat.(*)